Kamis, 24 Januari 2008

Aku Dijadikan Penutup Malu oleh Mertuaku 2

Tidak kenal dengan penderitaan Bunga, malahan ibu semakin menekan Bunga. Sehingga, bunga terpaksa hidup sendiri, mendayung bahtera kehidupan dan tertatih-tatih mencari sesuap nasi buat anaknya tercinta. Hidup tanpa ada yang peduli terasa keras baginya. Ibu masih saja menekan, tanpa perhatian dan tanpa kasihan. Masih menyindir, malahan mencaci maki.

Sudah jenuh dengan kejadian dan penderitaan yang dialami, Bulan Nofember 2006, akhirnya Bunga berpikir untuk minta kejelasan dari mertua Bunga tentang keberadaan suaminya. Tapi mereka tidak mau tahu dan tidak tahu menahu. Malahan, banyak perlakuan tidak mengenakan diterima Bunga dari keluarga itu. Di usir secara langsung saja yang tidak, tetapi perlakuan mereka sudah seperti mengusir dan tidak menerima keberadaan bunga di rumah itu.

Melihat penderitaan dan perlakuan mertua Bunga itu, ada mamak dari suami Bunga yang kasihan melihat Bunga yang juga umpama pembantu di rumah itu. Bunga memanggilnya dengan mak etek dan mak etek itu menyuruh Bunga tinggal di rumahnya. Namun, Lama-lama disana tidak enak juga bagi Bunga. Karena kehidupan rumah tangga mak etek itu juga susah.

Bunga pun mencari jalan lain dengan mencari pekerjaan. Singkat cerita, Bunga tinggal lagi di rumah mertuanya itu. Walau berada dalam tekanan, kata-katanya, sikapnya, sampai-sampai mengunci pintu kamar ketika Bunga ada. Dhati Bunga, "Entah apa yang ada di dalam kamar itu, entah makanan, entah apa-apa isinya yang tidak boleh diambil".

Letih mengingat semua, dua bulan Bunga di rumah mertua, namun kabar suaminya tidak kunjung ada. Malahan mereka terkesan sudah tahu, tapi menyembunyikan keberadaan anaknya itu. Ditambah lagi perlakuan mereka yang menjadikan Bunga seperti pembantu di rumah itu. Malahan, sampai makanpun Bunga sering memakan makanan yang udah basi.

"Apa-apa disembunyikan, pintu-pintu kamar dikunci. Emang Bunga maling!!
Sementara, adik suami yang perempuan juga tidak tahu diri dan sering menggunjingkan Bunga. Macam-macam dibilangnya, dia tidak suka Bunga dirumahnya dan hal itu seperti pengusiran secara tidak langsung. Kadang Bunga tidak tahan dan kami bertengkar dan dia sering cari gara-gara," papar Bunga sambil menyeka air matanya yng mulai mengalir ke pipinya.

Bugitu juga dengan adik suami yang laki-laki. Juga tidak suka Bunga di rumahnya lagi. Katanya, "Udah tahu kakaknya tidak mau sama Bunga, ngapain juga bertahan dirumahnya". Namun, Bunga mencoba bertahan karena tidak tahu mau kemana. Karena orang tua dan keluarga pun tidak ada yang peduli. Mertua yang perempuan suami Bunga inipun bilang, "Anakku udah tidak mau sama kamu, kalau kau mau kawin biar aku yang tanda tangan" katanya dengan mimik datar tidak seperti tidak punya hati.

"Kejamnya ibu mertua ternyata lebih kejam dari ibu tiri," sebut Bunga di dalam hati ketika itu.

Lama kelamaan, bau busuk yang disembunyikan mertua Bunga ketahuan juga. Ketika itu Bunga tinggal bersama mak etek. Dari cerita orang-orang terdekat dan mak etek, Bunga mengetahui, kalau Bunga hanya penutup malu. Sebenarnya dia [suami Bunga] ini mau kawin sama orang lain, tapi perempuannya melarikan diri ke Pekanbaru. Sedangkan hari pernikahannya sudah ditentukan. Maka dicarilah untuk tumbal dan mereka menemukan Bunga. Dengan itu, mak etek dan keluarganya prihatin dengan Bunga.

Kemudian, karena kebetulan mak etek itu Ketua RT di lingkungan situ. Singkat cerita, Bunga mencari kerja, karena tidak mau menyusahkan mak etek terus. Akhirnya pekerjaan itu dapat, memang hanya kerja di rumah orang bikin roti. Anak Bunga tinggal lari sama ibu. Bunga menyembunyikan keberadaan Bunga, karena takut ibu mencari Bunga dan ngasih anak Bunga ke Bunga. Waktu itu anak Bunga, Bujang berusia 1 tahun 4 bulan. Karena bekerja di rumah orang itu tidak bisa membawa anak.

Tapi berpisah dari anak adalah siksaan buat Bunga. Tidak tahan dengan pekerjaan itu, Bunga akhirnya berhenti dan pulang ke rumah ibunya. Di rumah ibunya itu, banyak hal yang membuat Bunga tertekan. Tapi Bunga tahan dan berusaha mencari kerja. Kemudian mendapat kerja di Boutique. Tapi habis lebaran berhenti, karena Boutique-nya tutup.

Beberapa waktu kemudian, karena desakan ekonomi. Bunga membayai hidup Bunga dan anak, maka sekarang Bunga bekerja sebagai pembantu. Capek, sedih juga, tapi mau bilang sama siapa? Tapi setiap melihat anak, Bunga berusaha untuk kuat dan tabah. Seandainya tidak ada Bujang, Bunga tidak mau melanjutkan hidup.

"Capek!! Semuanya menyakiti Bunga, membuang dan tidak ada yang peduli. Berat banget, tapi Bunga harus kuat dan tabah, untuk Bujang anak sibiran tulang, ubek jariah palarai damam. Berilah aku kekuatan Tuhan. Semoga masalah ini segera berakhir," raung Bunga dan mengakhiri ceritanya. (nph/Tamat)

Tidak ada komentar: