Jumat, 21 Desember 2007

Pembelahan yang Tidak Sempurna

Mengenai adanya Tumor akan Dilakukan Pemeriksaan

JATI, METRO

Adanya keganjilan yang ditemukan pada janin seperti adanya janin di dalam bayi itu karena faktor pembelahan yang tidak sempurna. Hal ini akibat dari keterlambatan terjadinya pembelahan pada Monozygot (satu sel ovum yang telah dibuahi oleh satu sel sperma) di dalam rahim. Hal ini seperti ini bisa dibawa melalui genetik keturunan sesuai dengan Hukum Mendel.

Begitu disampaikan dr Yusrawati SPog ahli kandungan ketika dihubungi POSMETRO, Selasa (11/12) terkait adanya penemuan janin di dalam tubuh Wulandari (1,5 tahu). Wulandari adalah anak dari pasangan Yeta Sari dan Syahri warga Bangku Kota Jambi.

Dijelaskan Yusrawati, ini dinamakan dengan Monozygot Mono Corion Mono Amnion. Maksudnya, dua janin yang ada di dalam tubuh Wulandari merupakan kembarannya yang berasal dari satu sel ovum (sel telur-jenis perempuan) yang telah dibuahi oleh satu sel sperma (sel jenis laki-laki).

Namun, lanjut Yusrawati, pembelahan yang normal itu terjadi ketika umur Zygot di bawah 13 hari. Sedangkan pembelahan yang tidak normal terjadi pada umur lebih dari 13 hari. Sedangkan dalam kejadian ini, proses pembelahan terjadi keterlambatan. Sehingga, pembelahan itu tidak sempurna dan mengakibatkan dua janin yang telah terbelah itu masih melekat pada janin utama (Monozygot).

Ditambahkan Yusrawati, akhirnya, dua janin itu menyatu ke dalam dan masuk ke dalam janin utama. Walau tidak terjadi kelainan pada ibunya yang sedang hamil, namun akan terlihat pada janin itu setelah melahirkan ataupun masih di dalam kandungan. Akan tetapi, jikalau pembelahan itu sempurna, maka akan terjadi kembar tiga (tri plet/conjuin twin). Sedangkan bila dua janin itu tidak masuk ke dalam janin utama, maka akan terjadi kembar siam. Bisa jadi kembar siam berupa satu badan dua kepala atau satu kepala dua badan.

Kejadian ini, terang Yusrawati, jarang terjadi. Karena, gen kembar yang diturunkan melalui keturunan ini semakin jauh akan semakin kecil kemungkinannya. Sehingga, apabila pada nenek ada anak kembar, pada cucu akan kecil kemungkinannya. Hal ini telah dijelaskan dalam Hukum Mendel yang juga menjelaskan tentang penurunan warna kulit. Dengan artikata, semakin dekat jaraknya semakin besar pula kemungkinannya seseorang mengalami kelahiran anak kembar. Sementara, kemungkinan paling besar dan umum terjadi pada seseorang melahirkan anak kembar adalah pengaruh peransangan kesuburan.

Sementara itu, ibu Wulandari, Yeta Sari (21) yang ditemui POSMETRO saat menjaganya anaknya itu mengatakan, ibunya (nenek Wulandari), Narlis (46) memang ada beranak kembar yaitu anak ketiga atau adik dari Yeta sendiri yang bernama Hendra dan Hendri. Namun, mereka meninggal pada umur 4 bulan karena badan mereka kecil. Mereka merupakan anak ke tiga dari ibunya tersebut. Sedangkan dari keluarga suaminya, Syahri tidak ada yang kembar.

Sementara itu, Kepala Bagian Pelayanan Medik Rs Dr M Djamil Padang kepada POSMETRO mangatakan, mengenai dua orok tersebut hingga kini masih diawetkan di ruang laboratorium Pathology Anatomi RS Dr M Djamil Padang untuk pemeriksaan labih lanjut. Pada saat dilakukan operasi, dua orok itu masih hidup karena masih ada denyut dan beratnya sekitar 1,5 Kg. Akan tetapi, karena tubuh orok itu tidak sempurna, maka setelah dikeluarkan dari tubuh Wulandari denyut itu hilang. Ketidak sempurnaan janin itu karena belum terbentuknya tubuh, kaki, tangan, dan lainnya. Yang sudah terbentuk baru berupa kepala yang sudah berambut dan usus yang masih menyatu. Namun, mengenai adanya tumor akan dilakukan pemeriksaan dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari keluarga atau orang tua Wulandari. (nph)

Tidak ada komentar: