Sabtu, 22 Desember 2007

Kasus Tanah Ulayat Mungo sampai ke Komisi HAM Asia

Presiden hingga Bupati Dikirimi Surat

PADANG, METRO

Kasus tanah ulayat di Mungo Kecamatan Luhak Kabupaten Limo Puluah Koto semakin memanas. Pasalnya, kasus ini telah sampai ke Asian Human Rights Commission (Komisi Hak Azasi Manusia (HAM) Asia) yang berpusat di Hongkong. Buktinya, Komisi HAM Asia tersebut telah mengirimkan surat kepada Presiden Indonesia hingga ke Bupati Limo Puluah Koto yang tertanggal 14 Desember 2007. Surat itu ditanda tangani oleh Urgent Appeals Programme Komisi HAM Asia, Moon Jeong He.

Hal ini disampaikan Koordinator Divisi HAM Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Vino Oktavia M SH kepada wartawan, Senin (17/12) setelah LBH juga menerima surat dari Komisi HAM Asia tersebut.

Dijelaskan Vino, penggusuran kembali sekitar 300 lebih kepala keluarga masyarakat Nagari Mungo Kecamatan Luhak oleh pemerintah daerah (Pemda) dan Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) Limo Puluah Koto berdasarkan surat Nomor 130/1124B/Tapem-2007 tertanggal 30 November 2007 lalu merupakan bentuk pengingkaran negara terhadap kewajibannya. Seagaimana kewajiban negara itu diatur dalam pasal 28I angka 4 UUD 1945 jo pasal 71 dan pasal 72 UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Sementara, lanjut Vino, penggusuran serupa sebelumnya juga telah terjadi pada bulan Februari tahun 2000 dan bulan Januari tahun 2006. Penggusuran ini telah mengakibatkan masyarakat Nagari Mungo kehilangan harta benda dan trauma secara mendalam akibat kekerasan, intimidasi dan kriminalitas yang dialami waktu itu.

Ditambahkan Vino, di sisi yuridis, masyarakat Mungo memiliki bukti kepemilikan dengan adanya surat perjanjian sewa menyewa tanah ulayat. Perjanjian itu dilakukan antara tujuh nagari yaitu Nagari Mungo, Sungai Kamunyang, Balai Panjang, Batu Payuang, Bukit Sikumpar, Labuah Gunuang dan Nagari Andaleh dengan pemerintahan Hindia Belanda pada tanggal 16 November 1918. Dalam perjanjian itu, tanah seluas 1.500 Bouw disewa dengan uang 700 Gulden per tahun dan dipergunakan sepanjang diperlukan dan seluas 100 Bouw dari tanah itu masih diperbolehkan diolah oleh masyarakat untuk bertanam tembakau.

Dari fakta itu, terang Vino, seharusnya negara telah mengembalikan tanah ulayat tujuh nagari tersebut semenjak Indonesia merdeka. Bukannya mengambil alih dan merampasnya menjadi tanah negara dengan menerbitkan setifikat Hak Pakai pada tahun 1997 atas nama Departemen Pertanian.

"Tindakan negara ini telah dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM. Karena telah terpenuhinya empat kriteria pelanggaran HAM itu yaitu adanya pelaku, korban, tindakan dan akibat yang jelas. Lagipula, pelanggaran HAM terhadap masyarakat Mungo dan enam nagari lainnya telah dilakukan secara langsung maupun tidak langsung oleh negara dalam hal ini Departemen Pertanian RI, BPN, Pemda, Provinsi Sumbar dan jajaran Muspida Kabupaten Limo Puluah Koto," tegas Vino.

Lebih jauh dituturkan Vino, bentuk tindakan itu adalah merampas secara sepihak tanah ulayat menjadi tanah negara dan menguasai serta menduduki secara sepihak tanah ulayat seluas 280 Ha dengan mendirikan Balai pembibitan Ternak Unggul Sapi Potong (BPTU-SP) Padang Mangatas. Kemudian, melakukan penggusuran paksa terhadap masyarakat Nagari Mungo dan melakukan kriminalisasi dan penyiksaan terhadap 12 orang masyarakat Nagari Mungo. Selanjutnya melakukan penggusuran dengan tindakan dan cara-cara terorganisir, sistematis dan konspirasi dengan menggunakan kekuatan Muspida Plus dan legalisasi kebijakan.

Sesuai dengan kenyataan itu, papar Vino, maka LBH telah pula menerima surat dari Komisi HAM Asia yang pada intinya berisi tentang desakan kepada pemerintah Indonesia untuk menghentikan penggusuran di Mungo dan untuk menyikapi ini, Komisi HAM asia juga telah mengirimkan surat kepada Komisi HAM Se-Asia untuk mengirimkan surat yang sama untuk mendesak penghentian penggusuran di Mungo tersebut. Surat desakan itu telah dikirimkan kepada Presiden RI, Susilo Bambang Yudoyono, Menteri Pertanian, Anton Apriyantono, Diroktorat Pembibitan, Ditjen Pertenakan Departemen Pertanian RI, Bupati Limo Puluah Koto, Amri Darwis, Komnas HAM Pusat, Ifdhal Kasim dan Komnas HAM Sumbar, Rumazar Ruzuar.

Berdasarkan fakta di atas, maka LBH Padang juga mengecam keras tindakan Pemda dan Muspida Kabupaten Limo Puluah Koto dan mendesak Menteri Pertanian RI, Gubernur Sumbar agar secepatnya menghentikan segala bentuk penggusuran di Nagari Mungo. Kemudian, mendesak DPRD Sumbar agar segera membentuk panitia khusus untuk mengakhiri segala bentuk penggusuran terhadap masyarakat Mungo serta menfasilitasi penyelsaian permasalahan yang sedang terjadi secara adil dan menguntungkan kedua belah pihak. Selanjutnya meminta Komnas HAM Pusat bersama Komnas HAM Sumbar untuk segera melakukan penyelidikan atas dugaan telah terjadinya pelanggaran HAM terhadap masyarakat Mungo oleh negara selama ini. (nph)

Tidak ada komentar: