Jumat, 14 Desember 2007

Jumlah Pengangguran di Sumbar Meninggi

PROKLAMASI, METRO

Tidak adanya lapangan kerja yang memadai dan produktif menyebabkan meningginya tingkat penganguran. Baik itu pengangguran terbuka maupun pengangguran tertutup. Sejalan dengan itu, pelanggaran terhadap hak ekonomi sosial budaya pun naik mengikuti hak atas pekerjaan tersebut.

Hal ini dikatakan Koordinator Divisi (Kordiv) Hak Azasi Manusia (HAM) Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Vino Oktavia M SH di redaksi POSMETRO, Jumat (7/12) sekitar pukul 14.00 WIB.

Dijelaskan Vino, sepenjang tahun 2007, LBH Padang telah melakukan inventarisir pelanggaran hak atas pekerjaan yang dibagi dalam beberapa kategori pelanggaran. Pelanggaran paling tinggi dilakukan eksekutif dan legislatif yang meliputi beberapa hal yaitu pengangguran dan kehilangan pekerjaan.

Untuk pengangguran, lanjut Vino, terbagi kepada dua yaitu pengangguran terbuka dan tertutup yang disebabkan tidak adanya lapangan kerja yang memadai dan produktif yang disediakan oleh eksekutif dan legislatif.

Dirincikan Vino, pengangguran terbuka terdapat 5 kasus dengan jumlah korban 62.407 orang dan 6.800 kepala keluarga. Dalam hal ini yang paling tinggi adalah Kota Padang dengan jumlah pengangguran terbukanya 26.00 orang. Pada urutan kedua diraih Kabupaten Pesisir Selatan dengan jumlah pengangguran terbukanya 21.475 orang dan urutan ketiga diduduki Kabupaten Padang Pariaman dengan jumlah penganggurannya 14.950 orang. Kemudian diikuti oleh kabupaten lainnya.

Dilanjutkannya, pengangguran tertutup terdapat 7 kasus dengan jumlah korban 19 orang dan 82 kepala keluarga. Dalam hal ini Kota Padang masih meraih nomor satu dengan jumlah pengangguran tertutup 37 kepala keluarga (KK) di Dadok Tunggul Hitam, 45 KK di Lambuang Bukik dan 9 orang hidup di bawah garis kemiskinan. Kemudian, menyusul Kabupaten Pesisir Selatan dengan jumlah pengangguran tertutupnya 9 orang.

Sementara itu, tambah Vino, pelanggaran terhadap hak setiap orang atas kesempatan untuk mencari nafkah melalui pekerjaan yang dipilih atau diterimanya secara bebas dilakukan dalam bentuk penggusuran Pedagang Kaki Lima (PKL). Hal ini terjadi 7 kasus dengan jumlah korban 941 orang dan 18 kios. Pada urutan pertama diraih Kota Padang Panjang dengan jumlah korban 900 orang. Urutan kedua diraih Kota Padang dengan julah korban 18 kios dan 10 orang. Kemudian diikuti Kota Bukittinggi dengan jumlah korban 16 orang. Disini, pelakunya masih eksekutif melalui Pol PP dan legislatif. (nph)

Tidak ada komentar: