Sabtu, 17 November 2007

Warga Koto Tangah tetap Pegang Adat


Adat perlu Dipertahankan

KOTO TANGAH, METRO

Zaman yang serba modern dan pengaruh globalisasi yang semakin maju serta teknologi yang bertambah canggih, kiranya sebuah tantangan bagi masyarakat dalam mempertahankan adat mereka. Untuk itu, masyarakat diharapkan tidak terpengaruh walau mampu mengakses dan memanfaatkan teknologi yang ada di zaman modern ini. Begitu disampaikan Camat Koto Tangah, Drs Saherman Sikum kepada POSMETRO, Selasa (13/11).

Menyimak kepada Kecamatan Koto Tangah sendiri yang terdiri dari 13 kelurahan, seluruh masyarakat yang berketurunan Minangkabau, mereka masih memakai adat Minangkabau. Baik dalam masalah keseharian maupun dalam masalah khusus seperti pernikahan anak dan kemenakan. Hal ini juga diakui oleh beberapa warga Koto Tangah.

Seperti yang disampaikan Safar (35) kepada POSMETRO, menurutnya adat masyarakat Koto Tangah masih kental dan belum terpangaruh oleh yang namanya globalisasi, zaman modern dan teknologi canggih. Namun, bukan berarti pula masyarakat tidak memanfaatkan teknologi yang ada. Karena, masyarakat pun menikmati kemajuan zaman dan teknologi itu hampir setiap harinya untuk kepentingan pribadi maupun bersama.

"Bisa dan menikmati teknologi bukan berarti masyarakat harus meninggalkan adat. Malahan, suatu kebanggan apabila kita bisa mempertahankan adat kita walau banyak ancaman berupa pengaruh globalisasi dan informasi yang sulit untuk menfilternya. Kiranya, sendi-sendinya saja yang sedikit mulai goyah," ungkap Safar.

Hal itu ditimpali Burhanuddin (50) yang mengatakan, memang sendi itu yang mulai goyah. Karena ada beberapa komponen masyarakat yang tidak bisa menyaring kemajuan zaman dan teknologi itu. Namun, itu hanya sebagain kecil dan itu merupakan tanggung jawab kita bersama untuk mengembalikan sendi-sendi itu menjadi kokoh. Baik dengan memberikan arahan kepada mereka maupun mulai dari orang tua yang harus mendidik anaknya dengan baik sesuai dengan norma-norma yang baik menurut adat.

Dicontohkan Hamdan (26), seperti generasi muda yang begitu mudah mengakses internet. Hal ini ada yang tidak bisa mereka saring, sehingga berakibat buruk bagi mereka karena mereka terpengaruh oleh hal itu. Sehingga adat yang selama ini mereka pegang menjadi terlengahkan atau terlupakan.

Sementara itu, Farhan (30) mencontohkan orang tua yang bisa mempertahankan adat mereka. Seperti pada waktu hendak menikahkan anak mereka. Mereka tetap konsisten melaksanakannya sesuai dengan adat. Mulai dari peminangan atau "Batuka tando" hingga kepada pesta perkawinannya.

Mengenai rentetan adat perkawinan, Nuraini (56) kepada POSMETRO menjelaskan, memang anak sekarang banyak yang pacaran dulu sebelum melanjutkan kepada pernikahan. Karenanya, sebagai orang tua kita tidak perlu lagi mencarikan mereka calon istri atau suami.

Jadi, lanjut Nuraini, sesuai adat Padang yang dipakai di Kelurahan Lubuak Buayo Kecamatan Koto Tangah ini, apabila sepasang muda-mudi sudah terpikir untuk menikah, maka orang tua sang perempuan akan datang kepada orang tua laki-laki untuk menyampaikan mengenai adanya hubungan antara anak mereka yang berniat untuk melanjutkan hubungannya kepada pernikahan. Setelah itu, orang tua sang lelaki juga membalas kunjungan itu tanda pesetujuan dan membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan pernikahan itu untuk disampaikan kepada ninik mamak masing-masing. Pada saat itulah mereka melakukan "Batuka tando".

"Setelah ninik mamak mengetahuinya, maka ninik mamak sang perempuan akan datang kepada ninik mamak laki-laki guna membicarakan hari yang tepat untuk pernikahan itu. Walau harinya sudah ditetapkan hari Jumat, namun hari maksudnya disini adalah hari jumat tanggal berapa dan bulan apa. Yang biasanya, hal itu terjadi hanya dalam tiga bulan saja. Karena kata orang tujuan baik itu hendaknya dipercepat," terang Nuraini.

Sampai kepada hari pernikahan, lanjut Nuraini, maka pada hari Jumat itu akan dilangsungkan akad nikah. Kemudian, pada hari Sabtu akan dilakukan yang dinamakan "Adat Babako". Disini, pengantin perempuan (Anak daro-red) diarak oleh bakonya (Keluarga dari pihak bapak-red) dari rumah bako tersebut dengan pengiringnya musik rebana ke rumah orang tua pengantin laki-laki (Marapulai-red) dan dari rumah orang tua marapulai diarak lagi ke rumah orang tua perempuan. Hal ini pun lengkap dengan acara makan, minum dan lainnya serta tidak lupa pula lengkap dengan petatah-petitih dalam penyambutan dan di waktu akan makan.

"Pada hari Minggu, biasanya ini khusus pesta yang dilakukan oleh kedua belah pihak. Namun, dalam hari itu, juga terjadi adat marapulai yang pulang ke rumah anak daro dengan ditemani oleh dua orang atau lebih. Kemudian, pada hari Senin, anak daro akan manjalang mintuo. Setelah ini, maka adat perkawinan sudah selesai," jelas Nuraini.

"Mengenai adanya biaya yang diberikan pihak perempuan kepada laki-laki, itu hanya untuk uang dapur saja. Namun ada pula yang tidak ada atau ditanggung masing-masing saja. Itupun tergantung kesepakatan antara kedua mempelai (Kedua pengantin-red)," tutur Nuraini.

Kemudian, Camat Koto Tangah, Drs Saherman Sikum kepada POSMETRO mengatakan, sebagaimana dari pantauan pihaknya dan dari kenyataan yang ada, setiap acara yang bersifat adat akan dilaksanakan sesuai adat. Namun, itu hanya dilakukan oleh masyarakat yang berketurunan Minangkabau. Sedangkan warga asing atau pendatang, mereka memang tidak memakai adat Minang. Karena memang mereka mempunyai adat tersendiri.

"Untuk itu, diharapkan kepada masyarakat untuk selalu mempertahankan adat kita. Karena adat itu penting untuk mengatur setiap sendi kehidupan di dalam masyarakat. Baik dalam hubungan kekeluargaan maupun dalam hidup bermasyarakat. (nph)

Tidak ada komentar: