Sabtu, 03 November 2007

Gaek Korban Eksekusi itu telah Meninggal

Bertahan Tingal di Bekas Rumah Eksekusi hingga Tetes Darah Penghabisan
Dia minta Diselenggarakan di Rumah Bekas Eksekusi

Hari itu Jumat (2/11), siang itu langit begitu biru, matahari bersinar dengan terangnya. Anginpun ikut berhembus dan membuat daun nyiur melambai seolah mengajak semua orang untuk menari. Beberapa saat saja, tiba-tiba mendung pun menutupi matahari dan langitpun menjadi kelabu. Namun angin masih bertiup, malahan semakin kencang dari semula.

NOLPITOS HENDRI-Subarang Padang Selatan

Ternyata, inilah sebuah pertanda bahwa seseorang telah dipanggil yang kuasa dan akan kembali ke asalnya. Dia merupakan seorang warga Subarang Padang Selatan RT 01 RW III yang juga menjadi korban eksekusi beberapa waktu lalu. Kabar itu keluar dari speaker handphone wartawan koran ini ketika seseorang teman di kawasan itu menyampaikan berita duka itu.

Saat itu, angin masih bertiup, awan masih menutupi langit Subarang Padang Selatan. Reruntuhan batu bata akibat eksekusi beberapa waktu lalu masih beronggok di beberapa tempat di antara tenda korban eksekusi. Di antara tenda tersebut terdapat sebuah gubuk yang dibangun dengan papan bekas runtuhan rumah akibat eksekusi itu.

Ukuran dari gubuk itu hanya kecil, layaknya sebuah kamar yang bisa ditunggui hanya oleh 1 orang. Isinya pun sebuah dipan kayu yang sudah lusuh. Di dipan itu ada sehelai kasur yang sudah banyak yang robek karena sudah usang. Kabar dari beberapa orang korban eksekusi yang ada di sana, itu merupakan tempat tinggal Almarhum Buyuang Gadang (70) bersama istrinya Zainar. Yang sebelumnya di atas tanah itu berdiri rumah yang dibangun oleh Buyuang Gadang dengan tangannya sendiri.

Saat itu pula, terdengarlah suara dari ambulance dari arah jalan yang ada di sebelah utara kawasan itu. Sesampai di sebuah rumah di belakang sebuah masjid, ambulance itu berhenti. Ternyata, itu adalah ambulance yang membawa jenazah Buyuang Gadang dari RSU Dr M Djamil Padang. Karena beberapa waktu lalu Gaek tersebut mengalami sakit dan dibawa anaknya ke rumah sakit untuk perawatan.

Seperti yang diungkapkan tetangganya, Revolismawati (49), pada saat rumah Gaek itu di eksekusi, Gaek itu sedang berada di masjid. Karena memang Gaek itu rajin sholat di masjid. Walau ia sudah tertatih-tatih menempuh jalan ke masjid, namun ia bisa sampai dengan bantuan tongkat kayu di tangannya.

Sepulang dari masjid, Gaek itu tidak lagi melihat rumahnya dan ia sangat terkejut dan berduka sekali. Sehingga ia sering bertanya, mana rumah saya? kepada tetangga dan istrinya. Lagi pula, waktu eksekusi itu bertepatan dengan memperingati dan berdoa hari ke 100 setelah seorang anaknya meninggal. Anaknya itupun meninggalkan tiga orang anak yang kini diasuh oleh anaknya yang lain.

Sejak itu pula mentalnya terlihat terganggu dan ia sering bermenung dan duduk di kursi kayu yang diletakkan di depan gubuknya. Saban hari, ia juga terlihat banyak diam. Ketika diajak anaknya untuk tinggal bersama ia enggan dan mengatakan bahwa ia akan tinggal di bekas rumahnya itu sampai tetes darah penghabisan. Hal ini juga disebutkan oleh tetangganya yang lain seperti Eli, Doni, Dewi dan Basri.

Di sisi lain, Harwin Datuak Kando Maharajo yang merupakan mantan RT di kawasan itu kepada wartawan koran ini menyebutkan bahwa rumah yang di eksekusi itu merupakan rumah satu-satunya yang dibangun oleh almarhum dengan tangannya sendiri. Di sanalah mereka sekeluarga menjalani hari-hari.

Kemungkinan ia begitu cepat meninggal dan sakit-sakitan adalah akibat tekanan mental karena rumah buatannya itu telah tiada. Dan juga, karena terkena embun dan panas setiap hari setelah rumahnya itu sudah habis karena di eksekusi.

"Ini kiranya sudah takdir dan janjian dengan Tuhan Yang Kuasa. Sudah jatuh terhimpit tangga pula. Kenapa tidak, setelah anak meninggal, rumah juga dieksekusi. Siapa saja yang mengalami hal ini juga akan merasakan hal sama. Lagi pula rumah itu tidak dibangunnya dari uang yang didapat dengan mudah, tetapi dari hasil berjualan goreng pisang bersama istrinya," ungkap Harwin.

Kepada istrinya, Zainar, sebelum meninggal, sang gaek meninggalkan wasiat bahwa ia minta diselenggarakan di gubuknya itu atau di rumah salah seorang anaknya. Ternyata kini ia diselenggarakan di rumah kontrakan anaknya yang nomor dua, Ujang.


Tidak ada komentar: